Mereka berkomplot menahan suara rakyat, tetaplah tidur dan teruslah bermimpi*Oleh : Adhifatra Agussalim* (Figuran Politikisme)
Aceh Darussalam :pantauindonesianews.com. Kenapa saya tidak menggunakan nama orang, tokoh atau personal politikus? Karena memang saya sasarkan ini pada individu yang merasa, atau dikenal dengan baperan, tepatnya opini ini hanya untuk membuka cakrawala berpikir masyarakat luas, itu aja tidak lebih, kalaupun lebih bukan urusan saya, pesan seseorang di masa lampau.
Di tengah hiruk-pikuk demokrasi akhir Minggu ini, suara rakyat masih sering kali dianggap sebagai suara yang paling sakral. Namun, ada kalanya suara ini seakan-akan terbelenggu oleh tangan-tangan yang tidak terlihat (invisible hand) jadi teringat film The God Father, komplotan yang terus berusaha menahan aspirasi dan harapan rakyat demi kepentingan mereka sendiri dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM).
“Komplotan” ini, yang beroperasi di balik layar, kerap kali menggunakan berbagai cara untuk meredam suara rakyat. Mereka bisa saja menggunakan intimidasi, manipulasi informasi, hingga pengaruh kekuasaan untuk memastikan bahwa aspirasi yang bertentangan dengan kepentingan mereka tidak pernah mencapai permukaan, coba anda berpikir dan sedikit menggunakan perasaan, apakah fakta atau hanya pseudo-halu berkepanjangan?. Dalam proses ini, suara-suara yang seharusnya didengar justru dibungkam, dan mereka yang menyuarakan kebenaran dipojokkan, dijauhkan dari pusat pengambilan keputusan, sehingga harapan menjadi halusinasi berjamaah dan berkemajemukan tanpa batas dan masa waktu yang realistis.
Namun, sejarah telah membuktikan bahwa suara rakyat tidak bisa selamanya dibungkam, ungkapan jangan sesekali melupakan sejarah (jasmerah) ada benarnya. Perlawanan terhadap penindasan dan ketidakadilan akan selalu muncul, tak peduli seberapa kuat “komplotan” yang mencoba menahannya. Rakyat yang tertekan tidak akan tinggal diam. Mereka akan berusaha menemukan cara untuk menyuarakan pendapat mereka, meskipun jalannya tidak mudah, penuh intrik dan lika liku penuh politik kotor.
Di tengah semua ini, penting bagi kita untuk tetap tegar. Jangan biarkan rasa takut atau keputusasaan menghancurkan semangat kita. Suara kita adalah hak kita. Dan hak ini harus kita pertahankan, apa pun yang terjadi. Ingatlah, bahwa setiap langkah kecil yang kita ambil untuk mempertahankan kebenaran dan keadilan akan memberikan dampak yang besar pada akhirnya.
Kepada mereka yang mencoba menahan suara rakyat, ingatlah bahwa sejarah berpihak kepada mereka yang berani berdiri di sisi kebenaran. Perubahan tidak bisa ditahan selamanya. Cepat atau lambat, suara rakyat akan menang. Tetaplah tegar, teruslah berjuang. Masa depan adalah milik mereka yang tidak pernah menyerah.
Sebelum saya tutup, saya sampaikan sebuah pantun untuk perjuangan,
Di pagi hari mentari menyapa,
Burung berkicau riang gembira.
Meski rintangan menghadang di muka,
Pantang mundur, tetaplah berjuang sepenuh jiwa.
Akhir kata, teringat dengan ucapan viral, *kita rusak, rusak kita kita*. Wassalam.
_Wallahul muwaffiq ila aqwamit-thariiq, billahi fii sabililhaq fastabiqul khairat_
Aceh Darussalam, 01 September 2024/26 Safar 1446 H
Kenapa saya tidak menggunakan nama orang, tokoh atau personal politikus? Karena memang saya sasarkan ini pada individu yang merasa, atau dikenal dengan baperan, tepatnya opini ini hanya untuk membuka cakrawala berpikir masyarakat luas, itu aja tidak lebih, kalaupun lebih bukan urusan saya, pesan seseorang di masa lampau.
Di tengah hiruk-pikuk demokrasi akhir Minggu ini, suara rakyat masih sering kali dianggap sebagai suara yang paling sakral. Namun, ada kalanya suara ini seakan-akan terbelenggu oleh tangan-tangan yang tidak terlihat (invisible hand) jadi teringat film The God Father, komplotan yang terus berusaha menahan aspirasi dan harapan rakyat demi kepentingan mereka sendiri dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM).
“Komplotan” ini, yang beroperasi di balik layar, kerap kali menggunakan berbagai cara untuk meredam suara rakyat. Mereka bisa saja menggunakan intimidasi, manipulasi informasi, hingga pengaruh kekuasaan untuk memastikan bahwa aspirasi yang bertentangan dengan kepentingan mereka tidak pernah mencapai permukaan, coba anda berpikir dan sedikit menggunakan perasaan, apakah fakta atau hanya pseudo-halu berkepanjangan?. Dalam proses ini, suara-suara yang seharusnya didengar justru dibungkam, dan mereka yang menyuarakan kebenaran dipojokkan, dijauhkan dari pusat pengambilan keputusan, sehingga harapan menjadi halusinasi berjamaah dan berkemajemukan tanpa batas dan masa waktu yang realistis.
Namun, sejarah telah membuktikan bahwa suara rakyat tidak bisa selamanya dibungkam, ungkapan jangan sesekali melupakan sejarah (jasmerah) ada benarnya. Perlawanan terhadap penindasan dan ketidakadilan akan selalu muncul, tak peduli seberapa kuat “komplotan” yang mencoba menahannya. Rakyat yang tertekan tidak akan tinggal diam. Mereka akan berusaha menemukan cara untuk menyuarakan pendapat mereka, meskipun jalannya tidak mudah, penuh intrik dan lika liku penuh politik kotor.
Di tengah semua ini, penting bagi kita untuk tetap tegar. Jangan biarkan rasa takut atau keputusasaan menghancurkan semangat kita. Suara kita adalah hak kita. Dan hak ini harus kita pertahankan, apa pun yang terjadi. Ingatlah, bahwa setiap langkah kecil yang kita ambil untuk mempertahankan kebenaran dan keadilan akan memberikan dampak yang besar pada akhirnya.
Kepada mereka yang mencoba menahan suara rakyat, ingatlah bahwa sejarah berpihak kepada mereka yang berani berdiri di sisi kebenaran. Perubahan tidak bisa ditahan selamanya. Cepat atau lambat, suara rakyat akan menang. Tetaplah tegar, teruslah berjuang. Masa depan adalah milik mereka yang tidak pernah menyerah.
Sebelum saya tutup, saya sampaikan sebuah pantun untuk perjuangan,
Di pagi hari mentari menyapa,
Burung berkicau riang gembira.
Meski rintangan menghadang di muka,
Pantang mundur, tetaplah berjuang sepenuh jiwa.
Akhir kata, teringat dengan ucapan viral, *kita rusak, rusak kita kita*. Wassalam.
_Wallahul muwaffiq ila aqwamit-thariiq, billahi fii sabililhaq fastabiqul khairat_
Aceh Darussalam, 01 September 2024/26 Safar 1446 H.
(Red-@pin001)
Adhifatra Agussalim*
Figuran Politikisme, tertarik pada Falsafah, Sains Teknologi dan kebijakan Manajemen, Peduli Sejarah dan Tamadun Aceh Darussalam, dan juga seorang Perantau Kebatinan, sekarang masih tinggal di Aceh.